Mengabadikan lagu kebangsaan di Makam WR Soepratman

Lokasi tempat ini tidak terlalu mencolok dibandingkan keramaian lalu lintas dan hiruk pikuk warga yang melintas di jalan raya di depannya. Padahal di sinilah, Wage Rudolf Soepratman, dimakamkan. Terletak di Jalan Kenjeran, Surabaya Timur, satu arah menuju Jembatan Suramadu yang terkenal itu. Lokasi makam ini ditandai dengan gerbang pagar bertuliskan : W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan, Indonesia Raya.

Saat saya berkunjung ke lokasi makam ini, cukup ramai juga pengunjung yang sedang berada di dalam kompleks. Oh, ternyata ada rombongan guru dari Surabaya yang sedang berziarah memperingati HUT PGRI. Lokasi makam ini memang hanya ramai dikunjungi pada hari-hari tertentu saja, terutama pada peringatan Hari Sumpah Pemuda. Sangat jarang wisatawan yang khusus berkunjung untuk berwisata sejarah. Karena itu pantas saja ketika sedang asyik foto-foto, saya sempat dikira wartawan oleh seorang guru :)

Kompleks makam ini cukup luas dan terawat dengan baik. Sebelum berada di lokasi ini, saat meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938, WR Soepratman dimakamkan di TPU Kapas, utara Jl Kenjeran. Kemudian tahun 1953 dipindahkan ke lokasi sekarang, pojok Jalan Tambak Segaran Wetan, selatan Jl Kenjeran. Dan 50 tahun kemudian, pada tahun 2003 selesai dilakukan pemugaran total dengan meninggikan makam dan membangun rumah joglo khas Jawa Timur sebagai ‘rumah’-nya.

Di dalam kompleks makam, selain terdapat joglo dengan makam WR Soepratman, di sisi sebelah kanan joglo juga terdapat patung perunggu WR Soepratman setinggi 2.5 meter. Di belakang patung ini terdapat prasasti bertuliskan 3 bait/stanza asli dari lagu Indonesia Raya. Di bawah prasasti ini tertulis keterangan : “Syair Lagu INDONESIA RAYA yang dinyanyikan dalam Kongres Pemuda-Pemuda Indonesia ke-II di Jakarta tanggal 27 – 28 Oktober 1928, setelah pemerintah Hindia Belanda melarang dinyanyikan menggunakan kata-kata ‘Merdeka, Merdeka’”.

Memang di syair lagu yang tertulis adalah “Indones’. Indones’. Moelia. Moelia.” Para pemuda Indonesia pada waktu menggunakan kata ‘mulia’ untuk menggantikan kata ‘merdeka’ pada bagian refrein. Tapi semangat lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Indonesia tidak berubah semenjak pertama kali dikumandangkan WR Soepratman melalui biola-nya pada Kongres Pemuda II, yang sekarang diperingati menjadi Hari Sumpah Pemuda.

Melangkah ke bagian dalam joglo, di sinilah makam WR Soepratman berada. Joglo dan makam berlapis pualam berwarna terang. Langit-langit atapnya berlapis kayu dengan sedikit ukiran. Sementara itu makam terletak persis di tengah-tengah joglo. Bagian tengah makam terdapat siluet berbentuk biola dengan penggalan not balok dan syair lagu Indonesia Raya.

Di seberang joglo ini juga terdapat prasasti yang menceritakan sekilas kisah hidup WR Soepratman dari kelahirannya di tahun 1903 hingga wafat tahun 1938. Beliau memang mati muda -35 tahun- tapi karyanya akan tetap abadi selama negeri ini berdiri…

Seperti kata-kata terakhirnya pada kakak ipar dan teman seperjuangannya, Oerip Kasansengari, sebelum WR Soepratman meninggal : “Mas, nasibku sudah begini. Inilah yang disukai Pemerintah Belanda. Biarlah saya meninggal, saya ikhlas. Saya toh sudah beramal, berjuang dengan caraku, dengan biolaku. Saya yakin, Indonesia pasti merdeka!”*).
*Dalam buku ‘Wage Rudolf Supratman’ karangan Anthony C. Hutabarat


dicopas dari http://dewantorobimo.wordpress.com/2012/04/20/mengabadikan-lagu-kebangsaan-di-makam-wr-soepratman/

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
, ,

Artikel Terkait:

Silahkan Kunjungi Blog Kami Yang Lainnya

Klik Gambar di bawah ini

0 comments

Tulis Komentar Anda Di Bawah Ini